“Kenapa masih menunggu?" tanya mu suatu saat. Aku tersedak. Bingung, entah apa yang harus aku jawab. Meski jawabanku singkat, karena hanya ingin menunggumu saja. Tanpa alasan yang jelas. Tapi pertanyaanmu itu membuatku berfikir, apa karena kamu tak ingin ditunggu, sehingga kamu tanyakan itu padaku atau karena kamu begitu ingin tahuketertarikan apa yang membuatku selalu menunggumu. Aku tak tahu. Yang jelas, aku tak akan menjawab pertanyaanmu dibagian ini. Aku tak tahu kenapa.
“Sampai kapan ingin menunggu?" Tiba-tiba kamu mengganti pertanyaanmu kepadaku. Kepalaku semakin pusing dibuat olehmu. Menjawab sebuah pertanyaan yang aku sendiri tak tahu kenapa malah memilih menunggumu ini sangatlah sulit. Pun aku sendiri tak tahu sejak kapan aku menunggu dan sampai kapan aku akan mengakhirinya. Perasaan menunggu ini mengalir begitu saja. Mungkin memang sudah takdirku menjadi penunggu. Dan memang aku menunggu. Tapi aku harus memutuskan sampai kapan, aku tahu kamu bukanlah tipe orang yang mengalir. Hidupmu penuh strategi. Hidupmu penuh perencanaan-perencanaan yang matang. Maka, aku putuskan untuk menunggu sampai perasaan ini hilang dengan sendirinya dan sampai pada akhirnya aku tahu bahwa sebenarnya kamu tak ingin ditunggu olehku.
Kemudian, kamu mengatakan bahwa sepertinya kamu belum terlalu siap untuk berjanji.
Aku mati rasa, apa yang sebenarnya sedang kamu bicarakan? Apakah ini petanda kamu menginginkan aku tak menunggumu? Atau kamu masih akan menyuruhku untuk terus bersabar dan kembali menunggumu dengan tenang? Aku tak pernah memaksa kamu untuk membalas perasaanku. Aku tak pernah memaksamu untuk berada disamping kananku dan menyudahi penantianku. Seperti tenggelam dalam penantian sendiri.
Kemudian, kamu mengatakan bahwa kamu berharap semua mendapatkan yang terbaik dan kamu memang belum siap untuk terikat. Kamu sedang mengevaluasi diri. Kamu sedang berkonsentrasi untuk memperbaiki diri sendiri dengan matang. Kamu sedang mempersiapkan masa depanmu dengan baik.
Aku terdiam, mungkin kamu memang tak akan pernah membalas penantianku. Mungkin. Tapi aku belum bisa mengakhiri menunggumu. Ini belum sampai batas waktu aku menunggumu. Aku belum bisa menghilangkannya dari hatiku, dari kebiasaanku, dan dari doaku. Aku masih akan menunggu meski aku tak akan tahu lagi siapa yang aku tunggu.
Akhirnya aku menjawab kata-katamu tadi "Semoga Sukses" sambil tersenyum semanis mungkin meski sebenarnya kamu pun tahu ada sedikit pahit didalamnya.
Lalu aku tak bisa mendeskripsikan wajahmu. Datar. Kemudian aku berbalik dan sebisa mungkin aku tak akan kembali menoleh untuk melihat wajahmu. Aku akan menunggu dengan senyum semanis mungkin sampai bisa menghilangkanmu dari doa malamku.